Perkawinan anak masih menjadi masalah serius di Kabupaten Lombok Timur, meskipun Nusa Tenggara Barat (NTB) telah memiliki berbagai kebijakan pencegahan,
mulai dari Surat Edaran Gubernur, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Bupati hingga Peraturan Desa.
Pengalaman Institut KAPAL Perempuan bersama LPSDM NTB berkolaborasi dengan pemerintah kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa kepala wilayah (kawil) dan kepala desa adalah (kades) salah satu faktor kunci pencegahan perkawinan anak.
Sebagai pintu pertama, jika kawil dan kades menolak maka anak-anak bisa terselamatkan. Banyak perkawinan anak dapat terjadi karena adanya persetujuan dari kades dan kawil dalam proses administrasi. Sebaliknya, jika kadus menolak dan memahami dampak buruk perkawinan anak, maka kita bisa melakukan pencegahan sejak awal.
Institut KAPAL Perempuan berkolaborasi dengan LPSDM NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur melaksanakan program edukasi kepala desa dan kepala wilayah di Lombok Timur untuk penghapusan perkawinan anak.
edukasi ini melibatkan 200 kadus dan kepala desa terpilih dari 239 desa. Mereka terpilih dari desa-desa dengan kasus perkawinan anak yang tinggi.
Kunjungi Channel Youtube Kami : https://www.youtube.com/@lpsdmoffice4863
Kegiatan berlangsung pada 9 September 2025 pukul 08.00–17.30 WITA di Ballroom Kantor Bupati Lombok Timur. Kegiatan ini dibuka oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur, Drs.H.M Juani Taopik, M.AP,
salah satu pernyataan yang ditekankan adalah selama 5 (lima) tahun ini Lombok Timur berhasil meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender, meski angka kematian ibu dan anak masih tinggi dan itu bagian dari akibat perkawinan anak, sebagaimana pernyataannya sebagai berikut:
“Dalam lima tahun kedepan kita akan terus meningkatkan IPM, salah satu masalah mendasar kita atasi adalah perkawinan anak, karena perkawinan anak sebagai penyebab rendahnya tingkat pendidikan terutama anak perempuan. Oleh karena itu, kita mengatasi bersama-sama terutama kepala desa dan kepala wilayah sebagai aktor kuncu bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat melalui strategi komunikasi dan penyadaran di berbagai kesempatan untuk mencegah perkawinan anak.
Budhis Utami, direktur Institut KAPAL Perempuan menyatakan “Menghentikan perkawinan anak berarti menyelamatkan anak perempuan dari trauma, organ reproduksi, kecacatan permanen dan kematian karena ketidaksiapan secara mental maupun organ reproduksinya. Juga akan memutus mata rantai risiko kesehatan dan kemiskinan untuk bayi yang dilahirkan di masa depan. Acara ini bertujuan untuk mengajak kades dan kawil untuk duduk bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak di desa masing-masing”
Baca Juga : https://www.lpsdmitra.com/2024/11/12/sosialisasi-pencegahan-p2gp-di-kabupaten-lombok-timur/
Kepala dinas DP3AKAB, menyatakan bahwa perkawinan anak merupakan tindak pidana kekerasan seksual. Dampak perkawinan anak ini banyak sekali, mulai dari ketimpangan gender, melanggengkan siklus ketidaksetaraan gender dan budaya patriarki, masalah sosial yaitu kekerasan terhadap perempuan, perekonomian bangsa (kemiskinan), menghambat program pemerintah khususnya pendidikan 12 tahun. Oleh karena itu, Kades dan Kadus sangat penting perannya dalam pencegahan perkawinan anak.
Ririn Hayudiani, direktur LPSDM menegaskan bahwa: “Perkawinan anak bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas hak anak perempuan atas pendidikan, kesehatan, dan masa depan. Kades dan kepala wilayah harus menjadi benteng pertama, karena dari tangan merekalah yang bisa mencegah atau membiarkan ijin perkawinan.”
Sementara dr. Khoiron Tamami, SpOG menyatakan bahwa “saya hari ini menyuarakan hati saya, saya pagi ini menolong persalinan 6 orang dan saya ingin menggugah hati Bapak-Ibu untuk bersatu padu mengatasi perkawinan anak. Bahwa perkawinan anak resikonya banyak sekali, berat sekali, mulai dari pendarahan saat melahirkan, keguguran, hipertensi, depresi paska melahirkan, dan lain-lain.
Peserta mengikuti rangkaian sesi dimulai dari pemahaman hukum bahwa perkawinan anak merupakan tindak pidana kekerasan seksual sesuai UU TPKS. Selanjutnya membahas dampak perkawinan anak terhadap kesehatan reproduksi perempuan, risiko kematian ibu, stunting, hingga kanker serviks serta dampak sosial-ekonomi, termasuk rendahnya capaian pendidikan dan melanggengkan lingkaran kemiskinan. Acara ini dilanjutkan dengan strategi konkret kepala wilayah dan kades dalam pencegahan serta monitoring di desa masing-masing.
Narasumber yang hadir adalah pejabat pemerintah daerah, Drs.H.M Juani Taopik, M.AP (Sekda), H.Ahmat, S.Kep,MM (Kepala Dinas DP3AKB), Martaniati,S.Sos,MM (Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa) dan praktisi kesehatan yaitu dr. Khoiron Tamami, SpOG, serta kepala desa Lenek Kalibambang dan Sekolah Perempuan yang berbagi pengalaman langsung.
Acara ini merupakan rangkaian kolaborasi panjang antara Institut KAPAL Perempuan, LPSDM dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Mulai dari kolaborasi mengembangkan Sekolah Perempuan dan saat ini kami sedang proses memberikan masukan terhadap penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan isu-isu gender, disabilitas dan inklusi sosial.